Guma: Pusaka Tradisional Sulawesi Tengah yang Harus Dilestarikan



MEDIA KAILI - Sulawesi Tengah dikenal kaya akan warisan budaya, salah satunya adalah pusaka senjata tradisional guma, yang menjadi identitas penting bagi suku Kaili. Meski sering disalahpahami sebagai parang, guma memiliki struktur dan fungsi yang sangat berbeda. Parang biasanya digunakan sebagai alat tani, sedangkan guma merupakan senjata pusaka yang digunakan khusus untuk berperang.


Arlan (37), seorang pengrajin replika guma yang tinggal di Jalan Veteran, Kelurahan Lasoani, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, menjelaskan bahwa guma telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sub-etnis Kaili sejak 400 hingga 500 tahun yang lalu. Senjata ini dikenal terutama di wilayah Lembah Napu, Behoa, Bada, Kulawi, Pamona, dan Palu.


“Fungsi utama guma pada zaman dahulu adalah untuk berperang. Setiap jenis guma juga mencerminkan status sosial pemiliknya,” ujar Arlan. 


Ia menjelaskan bahwa salah satu jenis guma yang paling terkenal adalah yang digunakan oleh tadulako, pemimpin perang. Ciri khasnya adalah gagang yang berbentuk mulut terbuka, terbuat dari tanduk kerbau, melambangkan kepemimpinan dan keberanian.


Selain itu, Arlan mengungkapkan bahwa bahan pembuatan guma sangat istimewa. Gagangnya dibuat dari tanduk kerbau, sementara sarungnya terbuat dari kayu lokal seperti malapoga dan sumea merah. Beberapa jenis guma yang telah ia produksi meliputi guma tinompo, guma kalama, guma lelo lintaki, guma lompo, guma karanggo, dan guma petombi.


Tak hanya membuat replika pusaka, Arlan juga menghasilkan suvenir yang menyerupai guma, sebagai cendera mata khas Sulawesi Tengah. 


"Harapan saya, pemerintah dapat mendukung dengan memperkenalkan guma lebih luas lagi, terutama di tempat-tempat strategis seperti bandara atau lobi hotel, agar identitas suku Kaili bisa lebih dikenal," ungkapnya.


Ia juga berharap pemerintah bisa membantu pelestarian budaya ini melalui pameran pusaka yang melibatkan komunitas pecinta guma. Arlan menyayangkan banyak generasi muda suku Kaili yang sudah tidak mengenal pusaka tradisional ini.


“Sayang sekali, banyak anak muda Kaili yang tidak tahu apa itu guma, padahal mereka adalah keturunan asli suku Kaili,” tambahnya dengan nada prihatin.


Pusaka guma bukan hanya mencerminkan keberanian leluhur, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan budaya yang harus terus diperkenalkan dan dilestarikan oleh generasi penerus.



Penulis: Hafid Mado

 


Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama