PARA pengrajin kakula tengah tekun memproduksi alat musik tradisional di Bengkel Seni Palaka Toda, Jl. Maluku Lr. II, Kelurahan Lolu Selatan, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu. FOTO: ISTIMEWA
MEDIA KAILI – Pengrajin instrumen musik tradisional Kaili di Kota Palu semakin mendesak agar pemerintah daerah memberikan perhatian lebih terhadap kelangsungan seni dan budaya lokal. Instrumen-instrumen tradisional seperti gimba, lalove, mbasi-mbasi, dan kakula, yang merupakan bagian dari warisan budaya suku Kaili, terancam punah jika tidak ada upaya serius dalam pelestariannya.
Adam,
seorang pengrajin dari bengkel seni Palaka Toda yang telah memproduksi
instrumen gimba selama lebih dari 10 tahun, mengungkapkan kekhawatirannya
terhadap menurunnya minat masyarakat, terutama generasi muda, dalam menggunakan
dan mempelajari alat musik tradisional.
“Dulu,
alat musik tradisional seperti gimba, lalove, dan kakula sering digunakan dalam
acara adat dan pertunjukan seni, tetapi sekarang semakin jarang dipakai.
Pengrajin seperti kami butuh dukungan agar alat musik tradisional tidak hilang
begitu saja,” ujarnya.
Keterbatasan
bahan baku, seperti bambu khusus untuk pembuatan lalove, juga menjadi tantangan
tersendiri bagi para pengrajin. Deforestasi dan kurangnya perlindungan terhadap
hutan membuat bahan baku semakin sulit didapat. Adam menekankan pentingnya
peran pemerintah dalam menjaga kelestarian budaya ini melalui penyediaan bahan
baku dan regenerasi keahlian pengrajin tradisional.
“Kami
berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan seni pembuatan instrumen musik
tradisional ini, baik melalui dukungan material maupun promosi budaya.
Pengrajin juga memerlukan bantuan dalam pemasaran dan pelatihan bagi generasi
muda agar warisan budaya ini tetap hidup,” jelasnya.
Sementara
itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Kota Palu maupun Provinsi diharapkan
merespon dengan program yang lebih terarah untuk mendukung keberlangsungan seni
budaya tradisional Kaili, mengingat pelestarian instrumen musik tradisional
adalah bagian dari identitas budaya lokal yang tidak boleh diabaikan.
Untuk
membantu pelestarian budaya, para pengrajin kini mulai menjual instrumen musik
tradisional Kaili kepada masyarakat dan kolektor, dengan harga bervariasi
tergantung jenis dan ukurannya. Penjualan ini diharapkan dapat menjadi cara
memperkenalkan dan melestarikan budaya Kaili di tengah modernisasi.
- Set Kakula Nada 7 – Rp. 9.000.000
- Set Kakula Nada 9 – Rp. 11.000.000
- Gong Besar (diameter 45 cm) – Rp.
2.500.000
- Gong Sedang (diameter 40 cm) – Rp.
2.000.000
- Gong Kecil (diameter 35 cm) – Rp.
1.500.000
- Gimba Kecil (Ganda-Ganda) – Rp. 1.500.000
- Gimba Sedang – Rp. 2.500.000
- Gimba Besar – Rp. 3.500.000
- Lalove – Rp. 175.000
- Mbasi-Mbasi – Rp. 100.000
Instrumen-instrumen
ini memiliki nilai historis dan simbolis yang mendalam bagi masyarakat Kaili. Kakula,
yang terbuat dari plat besi dengan nada-nada khas Kaili, hadir dalam dua versi
nada, yaitu nada 7 dan nada 9. Gong dan gimba, yang sering digunakan dalam
upacara adat dan kesenian tradisional, juga tersedia dalam berbagai ukuran yang
menentukan nada yang dihasilkan.
Adam menyebutkan
bahwa instrumen-instrumen ini mulai diminati oleh kolektor dan musisi yang
ingin mempertahankan keaslian nada-nada tradisional Kaili.
“Kami
berharap penjualan ini tidak hanya menjadi sumber pendapatan, tetapi juga
sarana menjaga warisan budaya Kaili. Kami ingin lebih banyak orang mengenal dan
menggunakan alat musik ini dalam pertunjukan maupun acara adat,” ungkapnya.
Selain
instrumen musik, para pengrajin juga menjual cendera mata khas Kaili yang terbuat
dari bahan-bahan alami, sebagai upaya memperluas pasar seni budaya tradisional
Kaili ke kancah nasional dan internasional.
Masyarakat
dan pemerintah diharapkan lebih mendukung keberlanjutan industri kerajinan ini
melalui pembinaan dan promosi yang lebih luas. Dengan begitu, seni dan budaya
tradisional suku Kaili dapat terus berkembang dan dilestarikan di tengah arus
modernisasi yang terus meningkat.
Penulis : Azwar Anas
Posting Komentar