Festival Danau Lindu 2024: Antara Kearifan Lokal dan Sentuhan Modern



MEDIA KAILI - Festival Danau Lindu (FDL) 2024 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Sigi, bekerja sama dengan berbagai pihak, berlangsung dari Kamis, 5 September hingga Sabtu, 7 September 2024 di Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Meski sempat terkendala cuaca yang kurang bersahabat, festival ini tetap berjalan lancar dan dinilai sukses.


FDL 2024 mengusung tema "Lestarikan Alam dengan Kearifan untuk Masa Depan Berkelanjutan" dan mengadopsi konsep 'Etno Ecologi Tourism'. Konsep ini menitikberatkan pada pariwisata yang berwawasan ekologi, berlandaskan kearifan lokal masyarakat etnis yang menjaga dan melestarikan ekosistem alamnya.


Festival ini juga bertujuan untuk mempromosikan keindahan alam Danau Lindu serta memperkenalkan keanekaragaman hayati dan budaya lokal menuju pariwisata hijau. 


Bupati Sigi, dalam upaya menghidupkan kembali FDL, mengedepankan kearifan lokal sebagai daya tarik utama festival ini, diharapkan menjadi wadah untuk melestarikan budaya dan tradisi masyarakat Lindu.


Namun, di balik kesuksesannya, muncul isu mengenai arah festival. FDL 2024 menjadi bahan diskusi hangat di kalangan seniman tradisi dan pemerhati budaya, terutama setelah munculnya penampilan band modern yang dinilai tidak sesuai dengan cita rasa budaya lokal. Beberapa pihak menilai bahwa FDL telah mengalami pergeseran fokus. Budaya lokal yang dulunya menjadi inti dari festival, kini dianggap hanya sebagai "formalitas," dengan porsi penampilan modern yang lebih dominan.


Smith Lalove, seorang pemerhati budaya dari Kota Palu, mengungkapkan kekecewaannya terhadap penampilan yang dianggap tidak mencerminkan esensi FDL sebagai festival budaya Kaili.


"FDL seharusnya menjadi wadah bagi seniman lokal untuk menampilkan karya-karya yang mengangkat kearifan budaya Kaili. Festival ini merupakan tempat di mana wisatawan datang untuk menyaksikan kekayaan budaya asli, bukan sekadar festival musik modern. Tapi yang saya lihat di malam penutupan itu lebih banyak diisi oleh musik reggae dan pop, seperti menonton konser," ujarnya.


Smith berharap FDL dapat kembali ke akar budaya Kaili, dengan menampilkan karya-karya dari sanggar-sanggar seni lokal yang ada di Sigi, Palu, Parigi, dan Donggala. Dengan begitu, festival ini akan tetap menjadi representasi budaya lokal yang kuat dan memikat wisatawan dari berbagai daerah.

 

Dominasi Seni Kreasi, Minimnya Penampilan Seniman Musik Tradisi

Sementara itu, Zhul Usman, Project Leader FDL 2024, menjelaskan bahwa panitia telah memberikan ruang bagi perwakilan seniman tradisi dari 16 kecamatan, serta kelompok seniman musik lokal, untuk menampilkan karya yang mencerminkan ciri khas masing-masing kecamatan. Namun, menurut Zhul, seni kreasi bernuansa tradisi yang dikemas dalam bentuk tarian dan seni pertunjukan justru lebih mendominasi.


"Kami memberikan kesempatan kepada perwakilan dari setiap kecamatan, tetapi ternyata yang lebih banyak disajikan adalah seni kreasi," ujar Zhul saat dihubungi Media Kaili.


Ia menambahkan bahwa beberapa kelompok musik tradisi batal tampil karena ketidakcocokan anggaran yang ditawarkan oleh panitia.


"Pihak panitia telah menawarkan budget yang sesuai kemampuan kami, tetapi tawaran tersebut ditolak karena dianggap tidak sesuai harapan mereka. Karena alasan itulah ada beberapa kelompok musik tradisi batal tampil. Sebagai gantinya, kami menambah durasi penampilan band modern beraliran reggae tujuannya tidak lain untuk menghibur wisatawan yang datang ke lokasi FDL, terutama pada malam penutupan," ungkap Zhul.


Meski demikian, Zhul berharap, kekurangan pada FDL tahun ini dapat menjadi pelajaran untuk perbaikan di masa depan, khususnya dalam hal pendanaan agar tidak terjadi lagi masalah serupa.


"Saya, mewakili panitia, terbuka terhadap kritik. Dalam mengurus event, memang tidak semuanya berjalan sesuai ekspektasi, namun ini adalah bagian dari proses yang harus dijalani," tambahnya.


FDL 2024 tetap menjadi ajang yang memperkenalkan budaya dan alam, dengan harapan ke depannya dapat terus menjadi magnet wisata bagi pengunjung lokal maupun internasional.



Penulis : Azwar Anas

 

Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama