Ashar Yotomaruangi: Lika-liku Perjalanan Seorang Seniman, Aktivis, dan Intelektual


ASHAR YOTOMARUANGI. FOTO: DOK. PRIBADI


MEDIA KAILI - Ashar Yotomaruangi, seorang sosok yang telah menapaki berbagai perjalanan hidup yang kaya akan pengalaman, lahir dari kecintaannya terhadap seni, membaca, dan kegiatan intelektual. Sejak kecil, kegemarannya dalam membaca telah membukakan pintu bagi berbagai minat yang kemudian ia geluti dengan antusiasme tinggi. Ashar bukan hanya dikenal sebagai seorang seniman, tetapi juga sebagai aktivis, jurnalis, pendidik, dan tokoh masyarakat yang berpengaruh di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu.


Ashar memulai karier seninya di Sanggar Sigandia, sebuah wadah seni yang dibentuk oleh almarhum Hidayat Lembang. Di sanggar inilah Ashar mengasah kemampuannya dalam seni teater, yang menjadi pintu masuk bagi berbagai kegiatan seni lainnya. Namun, sebelum terjun dalam dunia teater, ia sudah terbiasa tampil di acara-acara lokal, terutama dalam pembacaan puisi di tingkat kelurahan.

Tidak hanya terlibat sebagai aktor, Ashar juga aktif dalam mendampingi anak-anak di sekitar Jalan Anoa, Kecamatan Palu Selatan, untuk berpartisipasi dalam berbagai acara kota Palu. Keterlibatannya ini menjadi cikal bakal terbentuknya komunitas seni yang kemudian dikenal dengan nama Sensasi Strugle For Live, sebuah lingkaran seni yang terus berkembang hingga saat ini.

Selain seni, Ashar juga sangat aktif di dunia jurnalistik, terutama saat ia masih menjadi mahasiswa. Ia memulai karier jurnalistiknya dengan mendirikan "Suara Mahasiswa", sebuah koran kampus yang menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi dan gagasan mahasiswa. Aktivitasnya di bidang jurnalistik terus berkembang, hingga ia sering kali menulis opini di berbagai koran lokal, seperti Koran Mercusuar.

Tak hanya itu, Ashar juga sempat menjadi wartawan di beberapa media lokal di Palu. Aktivitas jurnalistiknya tidak hanya terbatas pada wilayah lokal, tetapi juga meluas ke forum-forum nasional. Ini menunjukkan kepeduliannya terhadap dunia penulisan dan kontribusinya dalam menyuarakan berbagai isu sosial dan politik melalui tulisannya.

Di kampus, Ashar dikenal sebagai seorang aktivis mahasiswa. Pada tahun 1993, ia terpilih sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang pada masa itu masih dikenal dengan nama Ketua Senat Mahasiswa. Perannya sebagai pemimpin mahasiswa mencerminkan jiwa kepemimpinan dan semangatnya dalam memperjuangkan hak-hak mahasiswa dan menyuarakan kepentingan masyarakat.

Setelah menyelesaikan studinya, Ashar semakin fokus pada dunia seni. Ia terlibat dalam berbagai event seni nasional, kongres kebudayaan, dan pertunjukan teater. Salah satu pencapaian besarnya adalah pembentukan Lembaga Kaili Bangkit, yang berfokus pada pelestarian seni dan budaya Kaili. Ashar juga menulis berbagai naskah teater yang tak terlupakan, di antaranya "Tamanggai Songgo", "Tahta Uventira", "I Tonji Renjo" (yang pernah diadaptasi menjadi naskah film), "Tananggu Tanah Kaili""Garis Lurus dalam Lingkaran" (yang diikutsertakan dalam event teater di Yogyakarta), "Kongres Topogente", hingga "I Mangge Mpobilisi", naskah fenomenal yang telah dipentaskan lebih dari 50 kali.

Selain naskah teater, Ashar juga menulis lagu-lagu bernuansa Kaili serta karya puisi. Salah satu karya puisinya yang terbaru, "Sabda Alumni", akan dibacakan dalam acara Alumni SMA 4 Memanggil.

Ashar juga tidak melupakan perannya dalam dunia pendidikan. Ia pernah menjadi dosen di Stisipol PB Palu dan mengemban berbagai tanggung jawab penting, termasuk sebagai Ketua Jurusan (sekarang Program Studi) dan Pembantu Ketua III bidang Kemahasiswaan. Kepeduliannya terhadap pendidikan juga tercermin dari aktivitasnya memberikan pelatihan seni di berbagai daerah, seperti Parigi, Donggala, dan Sigi, serta menjadi narasumber dalam seminar-seminar nasional.

Selain itu, Ashar juga aktif dalam organisasi masyarakat. Ia pernah menjadi bagian dari Forum Pembauran Kebangsaan Provinsi Sulawesi Tengah, yang dibentuk oleh Kesbangpol Provinsi Sulawesi Tengah, serta menjadi anggota Dewan Adat Kota Palu. Dalam upayanya melestarikan budaya lokal, Ashar mendirikan "Bantaya Cinta Kaili Bangkit", sebuah tempat yang sering dikunjungi oleh peneliti luar negeri, seniman nasional, dan tokoh-tokoh penting seperti Ray Sahetapy, Ratna Sarumpaet, dan Anies R. Baswedan.

Walaupun kini aktivitasnya tidak seaktif dahulu karena usia, Ashar Yotomaruangi tetap menjadi sosok yang dihormati dan diakui kontribusinya dalam dunia seni, budaya, dan pendidikan. Perjalanannya yang penuh dengan liku-liku kehidupan telah membentuknya menjadi pribadi yang kaya akan pengalaman dan wawasan. 

Dari seni, jurnalistik, pendidikan, hingga kehidupan masyarakat, Ashar telah memberikan sumbangsih besar yang akan dikenang oleh banyak generasi.

Sosok yang pernah menjadi wartawan, aktivis, seniman, dan intelektual ini mengakhiri ceritanya dengan sederhana, “Tapi itu saya aktif saat usia masih muda,” katanya, menunjukkan kerendahan hati yang selalu menjadi ciri khas dirinya.



Penulis : Azwar Anas

 



Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama