Ashar memulai karier seninya
di Sanggar Sigandia, sebuah wadah seni yang dibentuk oleh almarhum Hidayat
Lembang. Di sanggar inilah Ashar mengasah kemampuannya dalam seni teater, yang
menjadi pintu masuk bagi berbagai kegiatan seni lainnya. Namun, sebelum terjun
dalam dunia teater, ia sudah terbiasa tampil di acara-acara lokal, terutama
dalam pembacaan puisi di tingkat kelurahan.
Tidak hanya terlibat sebagai aktor, Ashar juga
aktif dalam mendampingi anak-anak di sekitar Jalan Anoa, Kecamatan Palu
Selatan, untuk berpartisipasi dalam berbagai acara kota Palu. Keterlibatannya
ini menjadi cikal bakal terbentuknya komunitas seni yang kemudian dikenal
dengan nama Sensasi Strugle For Live, sebuah lingkaran seni
yang terus berkembang hingga saat ini.
Selain seni, Ashar juga
sangat aktif di dunia jurnalistik, terutama saat ia masih menjadi mahasiswa. Ia
memulai karier jurnalistiknya dengan mendirikan "Suara Mahasiswa",
sebuah koran kampus yang menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi dan gagasan
mahasiswa. Aktivitasnya di bidang jurnalistik terus berkembang, hingga ia
sering kali menulis opini di berbagai koran lokal, seperti Koran Mercusuar.
Tak hanya itu, Ashar juga sempat menjadi
wartawan di beberapa media lokal di Palu. Aktivitas jurnalistiknya tidak hanya
terbatas pada wilayah lokal, tetapi juga meluas ke forum-forum nasional. Ini menunjukkan
kepeduliannya terhadap dunia penulisan dan kontribusinya dalam menyuarakan
berbagai isu sosial dan politik melalui tulisannya.
Di kampus, Ashar dikenal sebagai seorang aktivis
mahasiswa. Pada tahun 1993, ia terpilih sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM), yang pada masa itu masih dikenal dengan nama Ketua Senat Mahasiswa.
Perannya sebagai pemimpin mahasiswa mencerminkan jiwa kepemimpinan dan
semangatnya dalam memperjuangkan hak-hak mahasiswa dan menyuarakan kepentingan
masyarakat.
Setelah menyelesaikan
studinya, Ashar semakin fokus pada dunia seni. Ia terlibat dalam berbagai event
seni nasional, kongres kebudayaan, dan pertunjukan teater. Salah satu
pencapaian besarnya adalah pembentukan Lembaga Kaili Bangkit, yang
berfokus pada pelestarian seni dan budaya Kaili. Ashar juga menulis berbagai
naskah teater yang tak terlupakan, di antaranya "Tamanggai Songgo", "Tahta
Uventira", "I Tonji Renjo" (yang pernah
diadaptasi menjadi naskah film), "Tananggu Tanah Kaili", "Garis
Lurus dalam Lingkaran" (yang diikutsertakan dalam event teater di
Yogyakarta), "Kongres Topogente", hingga "I
Mangge Mpobilisi", naskah fenomenal yang telah dipentaskan lebih
dari 50 kali.
Selain naskah teater, Ashar juga menulis
lagu-lagu bernuansa Kaili serta karya puisi. Salah satu karya puisinya yang
terbaru, "Sabda Alumni", akan dibacakan dalam
acara Alumni SMA 4 Memanggil.
Ashar juga tidak melupakan
perannya dalam dunia pendidikan. Ia pernah menjadi dosen di Stisipol PB
Palu dan mengemban berbagai tanggung jawab penting, termasuk sebagai Ketua
Jurusan (sekarang Program Studi) dan Pembantu Ketua III bidang Kemahasiswaan.
Kepeduliannya terhadap pendidikan juga tercermin dari aktivitasnya memberikan
pelatihan seni di berbagai daerah, seperti Parigi, Donggala, dan Sigi, serta menjadi
narasumber dalam seminar-seminar nasional.
Selain itu, Ashar juga aktif dalam organisasi
masyarakat. Ia pernah menjadi bagian dari Forum Pembauran Kebangsaan
Provinsi Sulawesi Tengah, yang dibentuk oleh Kesbangpol Provinsi Sulawesi
Tengah, serta menjadi anggota Dewan Adat Kota Palu. Dalam
upayanya melestarikan budaya lokal, Ashar mendirikan "Bantaya
Cinta Kaili Bangkit", sebuah tempat yang sering dikunjungi oleh
peneliti luar negeri, seniman nasional, dan tokoh-tokoh penting seperti Ray
Sahetapy, Ratna Sarumpaet, dan Anies R. Baswedan.
Walaupun kini aktivitasnya tidak seaktif dahulu karena usia, Ashar Yotomaruangi tetap menjadi sosok yang dihormati dan diakui kontribusinya dalam dunia seni, budaya, dan pendidikan. Perjalanannya yang penuh dengan liku-liku kehidupan telah membentuknya menjadi pribadi yang kaya akan pengalaman dan wawasan.
Dari seni, jurnalistik,
pendidikan, hingga kehidupan masyarakat, Ashar telah memberikan sumbangsih besar
yang akan dikenang oleh banyak generasi.
Sosok yang pernah menjadi wartawan, aktivis, seniman, dan intelektual ini mengakhiri ceritanya dengan sederhana, “Tapi itu saya aktif saat usia masih muda,” katanya, menunjukkan kerendahan hati yang selalu menjadi ciri khas dirinya.
Posting Komentar